Dakwah dan Akademik.
“kalo hanya berdakwah semua pasti bisa, namun apakah kita bisa cinta dengan dakwah, Cinta itu butuh pengorbanan, waktu dan kerja keras”
(Ust.Rahmat Abdullah)
“Dakwah ialah proses menghimpunkan manusia di atas kebaikan dan membimbing mereka mengenali kebenaran dengan melaksanakan manhaj Allah di atas muka bumi secara lisan dan praktikal, menyeru mereka melaksanakan makruf dan mencegah kemungkaran, memandu dan memimpin mereka ke jalan lurus dan bersabar serta berpesan-pesan dengan kesabaran dalam melaksanakan tanggungjawab dakwah”
Dakwah adalah kewajiban setiap muslim, mengatakan hal yang baik itu baik, yang salah itu salah. Tiada pencampuran antara yang hak dan yang batil. Kita adalah bagian dari dakwah, seluruh apa-apa yang Allah karuniakan kepada kita adalah bagian dari dakwah, bagaimana kita berbicara, melihat, tersenyum berpakain, berjalan, adalah bagian dari dakwah. Dakwah tak terbatas hanya terbatas hanya di bibir saja, tak terbatas hanya sekedar ceramah, taujih, daurah, liqo’ah, mentoring, rapat dan sebagainya yang sering kita “identikkan” dengan tugas dakwah…
Ya itu dakwah, tapi bagian dari dakwah. Dakwah itu luas, tersenyum dakwah, menyapa itu dakwah, bicara yang baik itu dakwah, semua yang kita lakukan akan bernilai dakwah jika niatnya mengajak kepada kebaikan.
Termasuk pula dengan akademik. Ia juga adalah ladang dakwah yang harus kita semaikan biji-biji kebaikan dan perbaikan. Tak banyak memang kader yang bisa menggarap ladang ini dengan baik. Tapi tak begitu sedikit pula kader yang berhasil menyemai bahkan semaiannya kini telah tumbuh besar dan menghasil buah yang siap untuk dipanen.
Secara individu, seorang aktivis dakwah kampus harus tawazun, seimbang antara peran da'awi, peran siyasi, dan akademik. Artinya, seorang aktivis dakwah kampus harus memiliki kemampuan dakwah dan tarbiyah, kemampuan mengusung perubahan di masyarakat, tanpa mengurangi prestasi akademik. Bahkan kalau perlu justru meningkatkan prestasi akademik, karena sejatinya dakwah itu adalah teladan. Disatu sisi akademik adalah bagian dakwah kita kepada orangtua, dosen dan teman-teman yang ada disekitar kita. Seorang da’I yang baik secara akademik akan lebih mudah untuk menjadi teladan bagi mad’unya. Seorang mad’u yang telah bersimpatis kepada seorang da’I tentu akan mempermudah jalan sang da’I untuk berdakwah kepadanya.
Kesibukkan dengan banyaknya amanah yang diembankan seorang da’I tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap eksis pada akdemiknya. bahkan kesibukkan ini yang membuat dirinya terus berpacu untuk melakukan yang terbaik di segala aktivitasnya. Dakwah dan akademik haruslah berjalan secara tawazun(seimbang). Bagaimana menyeimbangkannnya? Tentu dikembalikan kepada masing-masing pribadi kita. Kuncinya adalah azzam yang kuat serta kepandaian dalam memanfaatkan waktu(menajemen waktu). Semua kita diberikan waktu yang sama yaitu 24 jam dalam satu hari, 1440 menit 86400 detik. Sehingga tak ada alasan bagi kita akademik yang terbengkalai karena amanah yang banyak. Satu pepatah mengatakan “orang yang sibuk tentu akan pandai memanejemen waktunya”. Dengan kesibukkan yang begitu banyak inilah yang membuat seorang kader menempah dirinya untuk selalu disiplin dengan waktu, memperhatikan dirinya untuk terus memperbaiki diri melakukan yang terbaik di segala bidang.
Namun jika ada kader yang lebih mementingkan “amanah dakwah” dibandingkan akademis tidak patut pula kita salahkan karena itu pilihannya. Sebuah kondisi memberikan peluang dirinya untuk terus mengabdikan diri pada dakwah kampus, itu pilihan yang harus kita hargai, apapun yang kita lakukan hendaklah Allah saja tujuan kita, dakwah saja tujuan kita tak lebih dan tak kurang agar kalimat Allah tegak dimuka bumi ini, agar sejatinya kita mengembalikan tujuan dakwah yang mulia, agar masyarakat kita kembali berakhlak, seperti yang Rasulullah saw. dan para sahabat telah contohkan kepada kita.
Wallahu’alam….